[TENTANG BUKU] Namaku Alam - Leila S. Chudori

 


Judul : Namaku Alam 1
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : KPG
Jumlah halaman : 438
"Pencatatan sejarah negeri ini sangat buruk, Alam. Kita digenggam penguasa, dan mereka yang menentukan arah sejarah Indonesia sesuai kepentingan mereka memelihara kekuatan dan kebijakan" hlm. 30
Sesuai dengan judulnya novel ini berpusat pada tokoh yang bernama Alam, Sagara Alam. Seorang anak dengan kelebihan memiliki memori fotografis yang berarti dia bisa mengingat segala apapun yang pernah dilihat, didengar atau dirasakannya. Sialnya alam menganggap kelebihan itu sebagai kutukan karena sejarah keluarganya yang sekaligus merupakan sejarah kelam bangsa ini. 
Lahir di tahun 1965 dimana tahun tersebut mencatat sebuah peristiwa kelam Indonesia yang jarang sekali dibahas tuntas di buku pelajaran sekolah dari dulu hingga saat ini (G30S 1965). Ayahnya adalah seorang jurnalis yang dekat dengan Lekra sehingga mau tidak mau beliau menjadi buron sampai akhirnya ditangkap dan dieksekusi pada tahun 1970. Selama dalam masa buronan ada banyak orang datang ke rumahnya mencari sang bapak. Ibunya pun melalui masa-masa sulit, diinterogasi, disiksa, bahkan dilecehkan oleh para aparat di masa itu. Dan siksaan mental itu tidak pernah bisa lepas dari keluarganya karena julukan keluarga tahanan politik tak pernah lepas dari pundak mereka kemanapun mereka pergi. 
Di masa orde baru, para keluarga tapol dianggap sebagai batu kerikil pada sepatu pemerintah. Mereka tidak dianggap ada padahal ada. Mereka tidak pernah diberi kesempatan menikmati hidup selayaknya manusia. Ya itulah yang dirasakan Alam. Dari SD pun Alam dibully bahkan oleh sepupunya sendiri. Tidak hanya diejek, Alam pun sering berduel dengan orang-orang yang menghina keluarganya. Dicap sebagai anak penghianat negara, hidup dalam bayang-bayang stigma menjadikan Alam tidak memiliki satu pun teman. Sampai akhirnya Ia bertemu Bimo yang memiliki kesamaan nasib. Bimo sendiri adalah anak seorang eksil di luar negeri yang dituduh memiliki hubungan dengan gerakan komunis sehingga tidak bisa pulang lagi ke Indonesia. 
Novel ini bukan hanya sekadar cerita saja. Ada muatan sejarah yang diceritakan lebih ringan. Sejarah pemerintahan Orde Baru yang bisa dikatakan brutal terhadap para keluarga tahanan politik, cerita tentang bagaimana Pramoedya bisa menulis Bumi Manusia di Pulau Buru pun diceritakan singkat dalam buku ini. Tentang bagaimana banyak toko buku yang tidak pernah lepas dari pengawasan intel karena takut buku seperti Bumi Manusia beredar di masyarakat yang walaupun kita semua tahu tak ada hubungan antara Minke dengan pemerintahan Orba. Sistem pendidikan di masa itu yang sangat berat sebelah dengan  para siswa yang dianggap dari keluarga tapol. 
Nah, yang menarik bagi saya adalah sekolah SMA Putra Nusa yang menjadi tempat Alam dan Bimo pindah sekolah dari sekolah negeri. SMA Putra Nusa seperti memiliki kurikulum sendiri. Tidak terikat dengan sistem yang dibangun pemerintah walaupun tentu saja tak pernah lepas dari pengawasan pemerintah. Sekolah yang membebaskan siswanya mencatat bahkan membaca buku-buku sastra yang dianggap kiri itu. Sekolah yang tidak perlu menggunakan seragam. Sekolah yang membebaskan muridnya berpendapat apapun. Sekolah yang menurutku sangat merdeka dan berdiferensiasi yang barangkali seharusnya seperti inilah sekolah Kurikulum Merdeka. Sekolah yang dibangun dengan berpedoman pada Summerhill Schoolnya A.S. Neill. Di SMA Putra Nusa ini kemudian mempertemukan Alam dengan banyak teman yang tidak mementingkan latar belakang keluarganya. Tentu saja dalam novel ini juga ada romansanya. Bimo dengan Amel, ataupun Alam dengan Dara. 
Lagi-lagi Leila menuliskan sejarah dengan epik. Novel Namaku Alam ini berbentuk sekuel jadi akan ada lanjutan Namaku Alam 2. Selain itu novel ini juga merupakan spin-off dari Novel Pulang. Sehingga bisa dibilang ketiga novel ini Trilogi novel Pulang. 
.
.
Salam aksara. :) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TENTANG BUKU] Kutipan dari Novel Pejalan Anarki

[TENTANG BUKU] Hijrah Jangan Jauh-jauh Nanti Nyasar! - Kalis Mardiasih