[TENTANG BUKU] SUMI - Jazuli Imam
Penulis: Jazuli Imam
penerbit : Buku Rayya
Jumlah halaman : 257
"dunia adalah tempat para pejalan tersesat. sebab jalan Tuhan adalah jalan kebaikan, maka setiap perbuatan baik adalah jalan pulang" (hlm.239)
Adalah Sumitro Muammar, yang bapaknya suka memanggilnya Ammar, tapi ia lebih suka dipanggil Sumi. Sebab nama, baginya adalah satu-satunya yang tak bisa dirampas darinya. Hidup di ibu kota, tidak mutlak membuat ia memiliki banyak teman, bermain sepuasnya, atau melakukan apa-apa yang ia sukai. Ia kesepian. Tak bisa ia tinggalkan rumah kalau bukan demi kepentingan akademis dan agama. Tak bisa ia pulang membawa apapun kecuali menyangkut dua hal itu. Ah, Sumi beranjak remaja tapi dilarang bermain gitar. Lalu, ia bebaskan dirinya dari itu semua dengan pergi meninggalkan gelar, keluarga, dan ibu kota. Jauh, hingga sampai ia ke Ujung Timur.
Pergi dan pulangnya Sumi hanya pada dua, puisi dan antidepresan. Barangkali, tanpa keduanya ia benar-benar sendiri. Ia bertemu banyak orang, banyak keadaan dan banyak kesempatan tapi kesemuanya itu ia belum temui apa yang ia cari ; kedamaian. Hingga akhirnya ia dibawa pada satu nama. Dawiyah. Perempuan Bugis, periang, relawan kesehatan di Ujung Timur. Hanya pada Dawiyah ia temui penerimaan. Pada sakaunya, pada sedih dan sendirinya, Dawiyah menjadi kata-kata hidup, puisi hidup baginya.
Karakter Sumi ini sangat jauh berbeda dari El di novel Jazuli Imam sebelumnya. Sumi tidak segombalis El kecuali lewat puisi, dalam hal iman pun Sumi kalah banyak. Sebab, walaupun ia lahir dari keluarga taat agama di perjalanannya lah ia justru baru mampu bertaubat. Itu ketika ia berada di tengah hutan menuju Bigel, di bawah hujan deras baru ia sebut nama Tuhan. Oh, Sumi juga tak pandai tersenyum dan sedikit anti sosial. Ia tidak bisa berada di tengah orang-orang yang memberinya tekanan. Lebih baik sendiri. Kecuali Dawiyah, di depan kekasihnya itu ia baru banyak bicara dan tentu tersenyum banyak.
Novel ini juga membawa kita bertualang ke Ujung Timur. Marlo, Marta, Tanah Merah, Tanah Neraka (Bigel), dan distrik-distrik lainnya yang Sumi sempat singgah di sana. Perihal konflik, isu rasisme, dan penggambaran tentang akses jalan yang jauh dari kata layak juga kental dibicarakan. membacanya seperti membenarkan kalimat "Indonesia kan hanya Jawa". Dan sifat yang paling saya suka dari Sumi adalah, ia relakan barang-barang nya dicuri tapi pada akhirnya ia kawani si pencuri-pencuri itu, Klas dan Wesley misalnya. Dan keduanya ternyata di masa depan menyelamatkan ia dari kematian.
Nah, selain membaca novel dalam buku ini banyak disuguhkan puisi, maka kita juga seperti membaca puisi sekaligus menonton monolog Sumi di hutan. Perjalanan Sumi ini juga bikin kita sadar kalau sebenarnya hutan tidak menakutkan, ular tidak jahat, pencuri tidak jahat, mereka semua bekerja sesuai kehendak-Nya. Mereka semua baik karena satu; Cinta. Hingga Sumi pulang pada satu kedamaian; penerimaan terhadap dirinya sendiri.
Komentar
Posting Komentar