|
sumber : ig : @tvn_drama |
Terlepas dari skandal yang menimpa Kim Seon Ho yang memerankan Hong Dusik di drama Hometown Cha Cha Cha, ada banyak hal yang menarik perhatian saya dalam drama ini. Hometown Cha Cha Cha sendiri jika dinonton sekilas hanya serial romantisme biasa, ternyata ada banyak hal yang 'wah' dalam drama ini yang membedakannya dengan drama lain yang bergenre sama. Hal-hal itu adalah :
Gaya Hidup Zero Waste Masyarakat Gonjing
Masyarakat Gonjing secara terjadwal melakukan kerja bakti di lingkungan desa. Tiap kepala wilayah diberi jatah kantong sampah oleh aparat desa. Kantong sampah ini menjadi kebutuhan yang sangat krusial demi kebersihan desa, hal ini terlihat dari seringnya kepala wilayah Hwa-jung bersitegang dengan kepala desa apabila terlambat membagikan kantong sampah.
|
sumber : ig : @tvn_drama |
Di beberapa episode, Hong Banjang membuat sabun sendiri untuk dijual atau dibagikan kepada penduduk desa. Selain sabun, Hong Banjang juga membuat lilin aroma terapi. Menariknya, warga desa berangkat kerja dengan berjalan kaki. Hanya beberapa scene yang menayangkan mereka menggunakan kendaraan kecuali bepergian jauh atau keadaan darurat seperti ketika Cho Hee melahirkan. Serta, mereka lebih sering mencuci dengan tangan atau kaki. Ini juga secara tidak langsung memperlihatkan kepada penonton tentang gaya hidup sederhana.
Nah, makanan pesan antar juga menggunakan wadah yang mudah dicuci sehingga mengurangi produksi sampah karena tidak menggunakan plastik sekali pakai. Di beberapa sudut desa juga dipasang CCTV agar aparat desa dapat memantau sesiapa saja yang membuang sampah sembarangan.
Ragam Karakter Perempuan
Karakter perempuan dalam drama ini dimunculkan dalam ragam dimensi. Maksudnya, karakternya tidak monoton saja. Hye-jin misalnya, sebagai tokoh utama perempuan dalam drama ini yang di awal episode diperlihatkan sebagai wanita karir yang sangat suka dengan barang branded ternyata adalah seorang pekerjaan keras dan mandiri yang membeli barang-barang tersebut dari hasil keringatnya sendiri.
Ada pula Hwa-jung yang ditampilkan sebagai ibu tunggal tapi mampu mendidik anaknya sehingga dapat meraih prestasi, sopan, dan berpikir beda dari kebanyakan anak pada umumnya. Selain itu, Hwa-jung juga dipercaya menjadi kepala wilayah (seperti kepala Dusun) walaupun ia seorang perempuan apalagi dalam tanda kutip ia seorang janda. Ia memimpin dengan disipilin, dan selalu turun tangan apabila ada warganya yang mengalami masalah. Lewat Hwa-jung, kita dapat melihat bagaimana peran ganda seorang perempuan, mengurus anak dan juga bekerja. Peran ganda seorang perempuan tidak hanya diperlihatkan lewat Hwa-jung saja, ada pula Cho-hee ibu hamil yang mengurus anak dan suami tapi juga berdagang.
Ada pula beberapa karakter perempuan lainnya, seperti ibu yang kehilangan anak, remaja perempuan tanpa ibu, lesbian, wanita lajang dll. Oh iya, isu kekerasan seksual juga diangkat dalam drama ini. Bagaimana korban harus memperoleh hak dilindungi walaupun yang menjadi pelaku punya banyak alasan dan memiliki latar belakang keluarga terpandang. Perempuan harus berani speak-up. Ini terlihat dari usaha Hye-jin meyakinkan Pyo-mison bahwa ia harus melaporkan kasusnya.
Kritik Terhadap Sistem Kapitalisme
Secara tidak langsung, drama ini mengkritik sistem kapitalisme. Di Gongjin, sama sekali tidak ada supermarket atau market-market lainnya. Yang ada hanya toko swalayan milik keluarga Bora. Selain itu, hak pekerja lepas sangat kental diangkat dalam drama ini. Hong Banjang walaupun lulusan universitas ternama di Korea dan jurusan yang sangat memungkinkan ia bekerja di perusahaan besar, ia lebih memilih pulang ke Gongjin dan menjadi pekerja lepas di sana. Apapun ia kerjakan, dari tukang antar makanan, tukang reparasi, tukang kayu, nelayan, kurir, barista hingga pekerjaan lainnya. Namun, ia tetap merasa merdeka atas dirinya sendiri. Tidak terikat oleh sistem apapun. Ia tahu haknya sebagai pekerja lepas sehingga ia tak segan menagih upahnya kepada pihak yang menggunakan jasanya. Ia bekerja dan diberi upah sesuai dengan porsi kerjanya. Ia juga tidak mau diganggu pada hari libur. Baginya, libur adalah haknya sendiri. Gaya hidup Zero waste yang ada di poin pertama juga merupakan salah satu bentuk kritik terhadap sistem kapitalis dalam drama ini.
|
sumber : ig : @tvn_drama |
Drama ini pokoknya sangat menggambarkan kehidupan di desa. Budaya gotong royong, berbagi makanan dengan tetangga, dan tentunya budaya gosip di kalangan emak-emak, wkwkwk. Drama Korea menurut saya semakin hari semakin keren, baik alur cerita, maupun pesan-pesan moral yang ada di dalamnya. Dan drama Korea tidak melulu perihal oppa-oppa saja ya, lebih dari itu tentang bagaimana pelajaran hidup yang bisa diambil.
Komentar
Posting Komentar