[TENTANG BUKU] Novel Gitanjali
Sejak membaca novel Pejalan Anarki milik Jazuli Imam saya semakin tertarik membaca novel-novel lain yang bergenre sama yaitu perihal kepecintaan alam, pendakian, dan ekologi. Hingga akhirnya saya menemukan akun Instagram @edelweisbasah atau Febrialdi R seorang penulis novel yang juga pegiat alam tepatnya dua tahun lalu. Dari situ saya mengetahui bahwa sosok Febrialdi ini telah menulis dua novel, yang pertama adalah Bara (Surat Terakhir Seorang Pengelana) dan yang baru selesai saya baca Gitanjali, namun baru-baru ini ia juga baru merilis satu buku lagi yang berjudul Proelium.
Febrialdi bagi saya adalah seorang penulis yang misterius. Karena, dua bukunya yang telah saya baca, sama sekali tidak ada data penulis yang spesifik. Di bagian Tentang Penulis hanya ada pengenalan singkat yang berbunyi :
Febrialdi R
Bukan siapa-siapa
bukan apa-apa.
Sangat berbeda dengan penulis lain yang akan menampilkan tanggal lahir, riwayat pendidikan, prestasi yang telah diraih atau hal-hal lain yang dianggap perlu untuk pembaca ketahui. Tidak hanya itu saja, di akun Instagram miliknya sama sekali tidak terdapat satu foto pun yang memperlihatkan wajahnya. Beberapa kali, di akun youtube milik beberapa pegiat alam ia diundang menjadi pembicara. Namun, ia selalu hadir dengan sosoknya yang misterius, memakai masker atau hoodie sehingga semakin menambah rasa penasaran.
Gitanjali, awalnya saya mengira adalah nama tokoh utama dalam novel ini. Seperti Bara dalam novel pertamanya yang merupakan tokoh utama. Perkiraan ini salah, Gitanjali adalah judul buku yang tokoh utama tulis dalam novel ini yang berisi kisah perjalanannya. Gitanjali berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti Tembang Persembahan. Berisi kisah petualangan, romantisme, dan perjalanan menemukan hati (Tuhan). Novel yang berisi 302 halaman ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2018 oleh penerbit Mediakita. Ditahun yang sama novel ini telah memasuki cetakan ketiga.
Bercerita tentang seorang laki-laki bernama Ed yang menjalani hidup penuh dengan cobaan. Ia tidak pernah bisa mendefinisikan makna asal dan makna pulang. Sebab, terlahir menjadi seorang yatim piatu menjadikan ia berpikir bahwa tempatnya berasal adalah panti asuhan di mana ia dibesarkan dengan penuh cinta oleh ibu panti. Kehilangan pekerjaan akibat kecelakaan kerja yang menimpanya dan perihal ketidakjelasan hubungan asmaranya dengan perempuan bernama Ine kemudian membuatnya memutuskan untuk melakukan petualangan mendaki tujuh gunung tertinggi di masing-masing pulau besar yang ada di Indonesia atau lebih dikenal dengan Seven Summits Indonesia sebagai pembuktian kepada Ine bahwa ia juga mampu melakukan hal luar biasa dari hobinya tersebut. Dan saya mencurigai nama Ed ini diambil dari dua huruf awal nama pena penulis, Edelweis Basah.
Di perjalanan ia bertemu dengan beberapa tokoh lain. Perjalanan pertamanya ia bertemu dengan Putri. Kemudian di perjalanan ke Semeru ia bertemu dengan Nina dan Ayu. Nina ini lah yang menemaninya mendaki ke Rinjani. Namun, gunung bukanlah hal yang dapat diremehkan, ia selalu punya cara membuat orang yang mendatanginya meletakkan baju kesombongannya. Di depan alam yang luas, manusia hanyalah debu. Ed, merasakan itu di tengah perjalanannya yang penuh dengan rintangan.
Memiliki alur campuran, walaupun didominasi oleh alur maju dimulai ketika Ed dipecat kerja hingga di perjalanan terakhirnya ke rumah Tuhan (menunaikan haji). Sesekali alur mundur juga diperlihatkan seperti saat Ed membayangkan peristiwa-peristiwa yang telah ia lalui. Dari novel ini kita akan menemukan banyak pelajaran hidup yang berharga terutama bagi orang-orang yang senang bertualang, entah itu ke gunung atau ke tempat lain. Bahwa mendaki gunung bukan perihal mendapatkan pengakuan, bukan pula perihal gunung apa saja yang telah pernah didaki atau puncak gununglah yang menjadi tujuan utama. Kita terlalu sombong jika menjadikan itu semua sebagai tujuan dari mendaki gunung dan ada esensi lain yang harus kita renungi di pendakian yang kita lakukan.
Kelebihan dari novel ini dan mungkin novel Febrialdi yang lain adalah di setiap chapternya akan ada kutipan atau pun sajak yang tentunya berhubungan dengan perjalanan yang dapat digunakan sebagai bahan caption untuk postingan di Instagram dengan tetap mencantumkan nama penulis tentunya. Dan di akhir chapter juga terdapat foto hitam putih. Dicetakannya yang ketiga ini masih banyak terdapat kesalahan pengetikan, seperti ada kata yang diketik berulang. Selain itu, saya merasa ingin berhenti membaca buku ini ketika perjalanan Ed menuju Rinjani bersama Nina, sebab saya membayangkan diri berada di posisi seorang Ine, bahwa ternyata orang yang dikasihinya dan masih ditunggunya memilih mendaki gunung dengan perempuan lain. Bagian terakhir dari buku ini juga sangat menggantung, Ed sama sekali belum menentukan apakah ia masih menjadikan perjalanannya sebagai tembang persembahan bagi Ine dan melanjutkan kisah mereka atau memutuskan untuk berakhir di situ saja.
Buku ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan dan sangat disarankan untuk dibaca bagi orang-orang yang senang melakukan kegiatan outdoor yang sering menjadikan puncak sebagai tujuan utama. Semestinya dalam perjalanan kita menemukan esensi lain dari kekuasaan yang Maha segalanya. Dan jangan jadikan gunung sebagai pelarian dari patah hati, sebab gunung tidak sesederhana mall, cafe, warung kopi atau tempat hura-hura lainnya.
Untuk Ine,
Aku tulis kisah ini sebagai persembahanku sesuai janjiku padamuSegalanya telah berpulang padamu
Kamulah hakimnya.
Salam Aksara
Lestari Literasi
Komentar
Posting Komentar