[TENTANG BUKU] Ulasan Buku Mereka Bilang, Saya Monyet!
Identitas Buku
Judul : Mereka Bilang, Saya Monyet!
Penulis : Djenar Maesa Ayu
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 135
Cetakan Pertama : September 2002
ISBN : 978-602-03-2246-9
Ulasan
Baru-baru ini, seorang kawan menawarkan saya untuk membaca buku yang baru ia beli. Tentunya, buku yang ia tawarkan tersebut telah ia baca terlebih dahulu sebelum merekomendasikannya kepada saya. Sampai akhirnya buku tersebut mengambil tempat dalam tas saya.
Buku yang saya maksudkan adalah kumpulan cerita dari Djenar Maesa Ayu yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! Berisi 11 cerita yang kebanyakan berlatar belakang kehidupan keluarga yang rumit, kesibukan orang tua yang menyita waktunya bersama dengan anak tercinta, hubungan belok yang tidak semestinya terjadi dan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan kemudian menjadi momok menakutkan perusak psikologi anak yang menjadi tokoh dalam cerita. Buku ini diterbitkan pertama kali pada September 2002 oleh penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama dengan jumlah 135 halaman dan pada tahun 2016 dengan covernya yang baru telah sampai pada cetakan kesebelas. Cerita-cerita yang ada dalam buku ini sebelumnya telah diterbitkan oleh beberapa media cetak seperti Harian Kompas, Majalah Sastra Horison, Harian Republika dan beberapa media cetak lainnya.
Djenar Maesa Ayu dalam kehidupan sehari-harinya kerap disapa Nai. Sebelum terbit ke dalam dunia tulis menulis, ia terlebih dahulu menyambangi seni peran. Ada tiga tokoh sastra yang menjadi motivasi terbesarnya dalam berkecimpung di dunia sastra, yaitu Sutardji Calzoum Bachri, Budi Darma, dan Seno Gumira Adjidarma, sehingga beberapa cerita dalam buku ini merupakan adaptasi dari karya-karya ketiga tokoh sastra yang menjadi idola penulis.
Di antara 11 judul cerita, terdapat tiga judul yang berkaitan dengan hewan yaitu Mereka Bilang, Saya Monyet!, Lintah dan Wong Asu. Beberapa judul lainnya yaitu Durian, Melukis Jendela, SMS, Menepis Harapan, Waktu Nayla, Namanya, Asmoro, serta yang terakhir adalah Manusya dan Dia.
Mereka Bilang, Saya Monyet!
Menceritakan tokoh utama yang merasa dirinya adalah manusia namun mereka menyebutnya monyet. Sedang mereka yang menyebut dirinya manusia di mata si monyet justru merekalah binatang. Ada seorang laki-laki berkepala buaya dan berekor kalajengking, ada manusia yang berkepala gajah, serigala dan anjing. Manusia-manusia tersebut saling bercengkrama dalam sebuah pesta. Ada yang berpasangan, walaupun masih sibuk melirik bahkan mengendus-endus pasangan manusia lainnya. Si Monyet menyaksikan semua itu. Sehingga Ia berkesimpulan bahwa dialah yang cocok disebut sebagai manusia karena memiliki kaki dua dan kepala manusia. Manusia pada dasarnya memang memiliki sifat kebinatangan dalam dirinya. Maka tidak salah jika dalam biologi manusia masuk dalam kingdom Animalia. Selain itu, manusia seringkali mengenakan banyak wajah dalam kesehariannya, maka jika kita mendengar ungkapan “bermuka dua” sebetulnya itu adalah fakta.
“Bagaimana kamu mau disebut manusia? Wujudmu boleh manusia, tapi kelakuanmu benar-benar monyet” hlm. 6.
Lintah
Seorang Ibu memelihara seekor lintah di dalam rumahnya. Lintah tersebut menyedot habis perhatian si ibu dibanding perhatiannya pada anaknya. Hubungan sang ibu dengan lintah lama-lama menjelma hubungan sepasang kekasih. Di waktu-waktu tertentu mereka menghabiskan kebersamaan dalam kamar, dan pada saat itu terjadi lintah berubah menjadi ular kobra yang mengeluarkan air liur dan dari situ muncul lintah-lintah baru. Semakin lama, lintah semakin berulah pula. Tanpa sepengetahuan si Ibu, ia membelah dirinya menjadi dua dan menyelinap masuk ke dalam kantong baju si anak, menggigit kulit perut, dada, leher dan ulahnya yang paling jahat adalah ia memperkosa anak tersebut. Dari cerita ini, gambaran kesibukan orangtua yang membuat anak-anak kadang terabaikan hingga pelecehan seksual yang kerap kali berasal dari orang terdekat anak yang menjadi korban. Penulis seperti menganalogikan hewan lintah dan kobra sebagai perwakilan bagi pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual.
Durian
Seorang perempuan hidup dengan kecemasan di dalam dadanya. Sedari ia remaja hingga ia memiliki tiga anak kembar, kecemasan tersebut tidak bisa lepas darinya. Hanya karena satu buah, durian. Mimpi semasa ia kecil dulu membentuknya menjadi tidak menyukai buah surga tersebut. Ia bermimpi memakan durian dan setelah memakannya perutnya kemudian membesar lalu ia melahirkan anak berpenyakit kusta. Sejak saat itu ia memaksakan dirinya untuk tidak tergiur memakan buah tersebut. Dalam keseharian masyarakat Indonesia sendiri masih dapat kita temui orang-orang yang sangat mempercayai mimpi meski mimpi sendiri hanya bagian dari bunga tidur.
Melukis Jendela
Anak gadis yang hidup tanpa pernah sekalipun mengetahui bagaimana sosok ibunya. Sedangkan ayahnya yang seorang penulis hanya fokus berada dalam kamar, entah dengan tulisannya atau wanita-wanita berbeda yang ia bawa pulang ke rumah. Anak gadis tersebut kemudian melukis kedua orang tuanya, lukisan yang kemudian menjadi lawannya berbicara, tempatnya berkeluh kesah dan dari lukisan itu pula ia menggambarkan bagaimana hidup dalam keluarga yang menganggap dirinya ada. Namun, lama kelamaan ia muak dan melukis jendela di mana ia melihat dirinya dalam dunia yang lain. Penggambaran keadaan di mana banyak anak-anak yang menjadi korban keegoisan orang tua digambarkan penulis meski dalam bentuk imajinatif cerita ini.
SMS
Berbeda dari cerita lainnya, dalam cerita yang satu ini hanya dipenuhi pesan singkat. Unik dan menarik tentunya. Meski hanya berisi kumpulan pesan singkat, penggambaran perihal perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga dapat ditemui. Suami dari keluarga si A, berselingkuh dengan istri dari keluarga B, sedang istri dari keluarga A menjalin hubungan dengan suami dari keluarga C, dan itu normal karena mereka dari gender yang sama walaupun pada dasarnya mereka memiliki pasangan sahnya masing-masing. Nah ada lagi perselingkuhan lainnya, misalkan saja suami dari keluarga B berselingkuh dengan suami dari keluarga D, kehidupan gay. Rumit, tapi penulis menceritakannya dalam bentuk pesan singkat sehingga cerita terlihat begitu sederhana.
Menepis Harapan
Kisah seorang perempuan yang bekerja sebagai vokali band yang tampil di café atau hotel. Tidak hanya hidupnya saja yang rumit tetapi kisah cintanya. Ia jatuh cinta dengan seorang laki-laki bernama Glen. Yang menjadi rumit adalah Glen merupakan laki-laki yang telah beristri. Pada intinya, perempuan itu adalah selingkuhan dari Glen. Cinta memang bahaya-bahaya yang menyenangkan.
Waktu Nayla
Mati adalah kepastian dan hal yang paling tidak bisa dihindari oleh seluruh makhluk yang mendiami semesta Tuhan. Namun, apa yang kau rasakan jika sisa waktu hidupmu berdasarkan dari hasil analisis dokter? Nayla namanya, seorang ibu rumah tangga yang mengidap kanker ovarium dan didiagnosis hanya memiliki harapan hidup satu tahun. Yang melintas dipikiran Nayla ketika mengetahui fakta tersebut adalah dalam hidupnya ternyata telah banyak waktu yang ia buang percuma. Maka, dari cerita ini memberi tamparan keras bagi saya bahwa di usia saya yang sekarang telah banyak waktu yang saya lewatkan dengan percuma.
Wong Asu
Lagi-lagi kita akan tercenung dan mengiyakan bahwa memang dalam diri kita terdapat sifat kebinatangan ketika membaca cerita ini. Berisi tentang dialog dua orang yang mebahas satu makhluk yang saya sendiri bingung menganggap apa makhluk ini, disebut manusia namun dari tokoh yang bercerita lebih menyebutnya anjing. Wong asu dibesarkan dalam trauma pelecehan seksual yang ia alami sejak kecil, pelecehan yang berasal dari ibu dan ayahnya sendiri. Ia dipaksa menyetubuhi lubang pasir. Maka, Djenar kembali memperlihatkan dalam cerita ini sebuah bahaya yang kerap kali menimpa anak yaitu pelecehan seksual.
Namanya, …
Namanya Memek, ganjil bukan? Waktu ia masih kecil dengan bangganya Memek akan berkata iya jika ada yang bertanya “kamu memeknya bapakmu ya?”. Waktu itu, ia masih belum tahu arti dari namanya. Ia sangat membenci namanya dan juga membenci teman-teman sekolahnya yang punya nama dengan awalan ‘me’, karena merasa iri sebab teman-temannya memiliki nama yang barangkali lebih terdengar manusiawi. Dalam cerita ini Djenar memperlihatkan bagaimana sosok Memek yang tidak merasa puas terhadap nama dan terlahir sebagai anak haram melakukan berbagai cara agar dapat diterima di lingkungannya walau dengan cara yang jahat sekalipun.
Asmoro
Asmoro adalah seorang penulis yang tinggal di lantai tujuh sebuah apartemen yang telah sebulan penuh menyepi di kamar apartemennya karena tidak ada yang bisa ia tuliskan. Sampai akhirnya suatu hari ia tak sengaja melihat berita tentang seorang perempuan bernama Adjani dengan tagline Adjani Bersimbah Peluh. Perempuan ini suka sekali berlari kencang dan itu membuatnya menjadi pusat perhatian orang-orang. Setelah membaca cerita ini saya mendapatkan sebuah pembelajaran bahwa dalam hidup ini kita seperti berlari berkejaran dengan apa saja. Cerita ini juga menurut saya masih sangat sesuai dengan perkembangan zaman di mana saat ini kita mengenal masyarakat digital (warganet/netizen) yang hampir setiap hari mencari berita baik gosip ataupun berita yang berisi kabar tentang negara dan sebagainya.
Manusya dan Dia
Cerita ini menjadi penutup dalam buku ini. Tentang seorang bernama Manusya yang di dalam hidupnya selalu membawa Dia. Cerita yang paling sulit saya pahami maksudnya apa. Saya dibuat kebingungan mengimajinasikan antara Ia dan Dia. Saya membuat hipotesis awal cerita ini adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Tapi, sepertinya saya benar-benar sulit memahami cerita terakhir ini.
Dari 11 cerita dalam buku ini bagi saya Lintah adalah cerita paling jorok yang saya baca. Karena, ketika saya membacanya bayangan tentang lintah yang berada di atas kepala si ibu atau dalam kantong yang ia raba betul-betul membuat saya merasa jijik. Sedangkan cerita yang paling berkesan adalah Waktu Nayla di mana kita mesti harus selalu merenungi waktu yang diberikan, telah digunakan untuk apa dan sisa waktu milik kita akan digunakan untuk apa. Selain Waktu Nayla, saya juga tertarik dengan Asmoro, terutama dengan tokoh Adjani yang senang berlari dan bersimbah peluh yang menjadi pusat perhatian orang-orang.
Djenar bagi saya dalam buku ini bertutur dengan imajinasinya yang luas dan liar disertai bahasa yang begitu mudah dimengerti. Kita akan dibawa ke suasana yang dialamai para tokoh utama dalam setiap cerita, seperti menjadi saksi dalam kekerasan seksual yang terjadi pada anak atau merasakan bagaimana perasaan dari anak-anak yang tidak menjadi perhatian penuh kedua orangtuanya. Walaupun ada beberapa cerita yang perlu saya baca ulang untuk memahami maksud dari cerita tersebut. Buku ini cocok dibaca oleh orang-orang berusia 17 tahun ke atas walaupun di dalamnya banyak bercerita tentang anak-anak dan tentunya sangat direkomendasikan bagi para penggila sastra.
Komentar
Posting Komentar