[OCEHAN] Sekolah, Siswa dan Game Online

Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus guru pada siswa sejak beberapa tahun terakhir adalah game online. Banyak guru yang ngedumel keluar dari kelas karena perhatian mereka hanya tertuju pada gadgetnya alhasil aturan pelarangan membawa handphone pun dipajang besar-besaran di papan pengumuman bahkan dimasukkan dalam poin tata tertib.

Ada aturan, tentu ada pula yang melanggar. Siswa mulai sembunyi-sembunyi membawa handphone ke sekolah. Pada jam istirahat mereka mencari sudut-sudut yang jarang dijangkau oleh guru dan ketika ada guru yang memergoki mereka, hukuman pun melayang. Dari hukuman ringan sampai hukuman yang berat. Surat peringatan tertuju ke rumah siswa yang melanggar aturan ini. Atau ada juga aturan handphone disita dan yang boleh mengambil kembali adalah orang tua mereka.


Larangan membawa handphone ini bagi saya sangat kontradiksi dengan kondisi  dalam pembelajaran memerlukan handphone sebagai  alat yang membantu siswa menemukan referensi. Bahkan assessment yang dilakukan oleh guru saat ini dituntut untuk dilakukan secara online. Beberapa sekolah termasuk tempat saya mengajar merevisi tata tertib yang telah dibuat. Siswa boleh membawa handphone jika ada instruksi dari guru mata pelajaran tertentu. Dan ternyata kami (guru) beberapa kali kecolongan. Diam-diam siswa tetap melintangkan handphone-nya.


Hari ini saya membaca sebuah buku. Dalam buku tersebut menjelaskan usia anak muda yang menjadi target game adalah usia yang sedang gencar-gencarnya mencari jati diri. Anak-anak perlu pengakuan sebagai simbol. Pengakuan itu bisa didapat jika menang kompetisi. Kalau ditarik ke kehidupan di sekolah maka perlu adanya ekstrakurikuler esport agar anak-anak punya wadah mengembangkan bakatnya di bidang ini. Walaupun di beberapa sekolah mungkin sudah memiliki ekskul ini, namun masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk pihak kementerian pendidikan. Seperti pada salah satu paragraf dalam buku yang saya baca itu bunyinya seperti ini :

“Negara harus mempromosikan, menggerakkan, mempropagandakan, bahwa kompetisi dan pertarungan di game ini sebagai hal yang sehat. Tampilkan tokoh anak-anak muda yang jago. Munculkan Citra bahwa mereka bukanlah beban keluarga. Berikan mereka kompetisi agar mereka mendapat simbol dan pengakuan”.


Saya menggaris bawahi kalimat "mereka bukanlah beban keluarga". Seperti yang kita tahu bahwa di lingkungan kita anak-anak yang kerjanya bermain game seringkali dipandang sebelah mata. Dianggap tidak bisa melakukan apa-apa. Padahal saat bermain game otak mereka bekerja keras memikirkan strategi untuk menang. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, kebanyakan anak yang belum bisa menyaring apa-apa yang keluar dari mulutnya. Ketika bermain seringkali mereka kelepasan mengungkapkan kata-kata yang tidak enak didengar atau kurang sopan di telinga. Salah satu dampak negatif dari game online ya itu. Ini pula yang menjadi pertimbangan pihak sekolah melarang siswa membawa handphone untuk digunakan bermain game selain daripada fokus mereka yang terbagi.


Makanya memang perlu ada ekskul seperti itu di sekolah yang di dalamnya tidak hanya diisi dengan kegiatan latihan dan kompetisi tetapi juga disusupi dengan memberikan nilai-nilai akhlak dan moral misalnya pada saat perekrutan anggota. Karena pemberian nilai akhlak dan moral tidak bisa hanya menuntut guru PKN dan guru Agama saja. Bisa pula dibuatkan peraturan khusus di ekskul tersebut seperti jika ada anggota ekskul pada saat latihan mengungkapkan kata-kata kasar maka akan dikenakan denda.


Dengan adanya ekskul semacam ini jiwa patriotisme dalam diri anak akan dipupuk apalagi ketika membawa nama sekolah ikut di ajang esport tertentu. Kita tidak bisa menutup mata terhadap ini karena memang ini (game) adalah zamannya mereka. Kita cuma perlu mendukung dan menjadi pagar untuk memastikan bahwa mental anak tidak disusupi oleh hal-hal negatif dalam memainkan game. Ini bukan hanya peran guru tentunya tapi juga orang tua. Nah menurut saya, hal yang saya dapat dari buku itu dan yang sudah saya jelaskan dapat dijadikan sebagai solusi walaupun akan ada banyak kendala dan biaya serta tidak semuanya akan menerima solusi ini dengan baik. Hehehe. 


Salam literasi!


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[TENTANG BUKU] Kutipan dari Novel Pejalan Anarki

[TENTANG BUKU] Namaku Alam - Leila S. Chudori

[TENTANG BUKU] Hijrah Jangan Jauh-jauh Nanti Nyasar! - Kalis Mardiasih